Material Requierment Planning (MRP)
Salah satu cara untuk mengendalikan
persediaan adalah dengan metode Material Requierment Planning (MRP).
MRP merupakan teknik pendekatan yang bertujuan meningkatkan produktivitas
perusahaan dengan cara menjadwalkan kebutuhan akan material dan komponen untuk
membantu perusahaan dalam mengatasi kebutuhan minimum dari komponen-komponen
yang kebutuhannya dependen dan menjamin tercapainya produksi akhir. Material
Requirement Planning muncul pada tahun 60an oleh Oliver Weight yang berasosiasi
dengan Joseph Oirlicky, yang pertama kali diterapkan di Toyota Company Jepang.
Banyaknya metode dalam manajemen
material yang dapat digunakan untuk menentukan waktu dan volume pengadaan
material, mengharuskan para pengambil keputusan harus menguasai setiap metode
pengadaan material dalam manajemen material, mengetahui kelebihan dan
kekurangan setiap metode serta dapat menggunakan metode yang tepat sesuai
dengan keadaan yang dihadapi. Salah satu metode didalam manajemen material
adalahMaterial Requirement Planning (MRP) yang pada mulanya adalah
suatu metode pemesanan material, maka pada saat ini metode tersebut telah
digunakan sebagai alat perencanaan dan pengawasan terhadap fungsi manajemen.
Material requirement planning juga merupakan konsep dari suatu mekanisme untuk
menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak.
2.1. Pengertian MRP (Material Requirement Planning)
MRP adalah lebih dari sekedar metode
proyeksi kebutuhan-kebutuhan akan komponen individual dari suatu produk. Sistem
MRP mempunyai tiga fungsi utama : control tingkat persediaan, penugasan
komponen berdasar urutan prioritas, dan penentuan kebutuhan kapasitas (capacity
requirement)pada tingkat yang lebih detail daripada proses perencanaan pada rough-cut
capacity-requirements.
2.2 Tujuan dan Komponen MRP (Material Requirement Planning)
a. Tujuan MRP adalah menentukan
kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen
subasembling-subasembling atau pembellian material untuk memenuhi kebutuhan
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPS. Jadi, MRP menggunakan MPS untuk
memproyeksi kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts).
b. Elemen-elemen MRP :
1. Penjadwalan Induk (Master
scheduling) : Bertujuan untuk menentukan output fungsi operasi.
2. Bagan Bahan (Bill of Material) :
Bahan-bahan apa saja dan berapa kompisisi untuk suatu produk.
3. Catatan Sediaan
(Inventory Record) : Catatan dari akumulasi transaksi sediaan yang terjadi di
perusahaan atau pabrik.
4. Perencanaan Kapasitas (Capacity
Planning)
Suatu cara membuat perencanaan kapasitas, yaitu :
a. Rough Cut Capacity Planning, perencanaan kapasitas pemotongan
kasar yang lebih sedikit melakukan kalkulasi.
b. Shop Loading, perencanaan yang lebih akurat daripada Rough Cut Capacity
Planning.
5. Pembelian (Purchasing) : Diperluas
fungsinya tidak hanya sekedar membeli, tetapi termasuk juga membangun
kepercayaan pemasok.
6.Pengendalian Pengelola Bengkel
(Shop-floor Control) : Bertugas untuk mengendalikan aliran bahan dengan
memperhatikan lead time yang ada. Jangan sampai terjadi
penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.
2.3. Kelebihan dan Kelemahan Material Requirement
Planning
a. Kelebihan MRP
· Kemampuan memberi harga lebih kompetitif
· Mengurangi harga penjualan
· Mengurangi Inventori
· Pelayanan pelanggan yang lebih baik
· Respon terhadap permintaan pasar lebih baik
· Kemampuan mengubah jadwal induk
· Mengurangi biaya setup
· Mengurangi waktu menganggur
· Memberi catatan kemajuan sehingga manager dapat
merencanakan order sebelum pesanan aktual dirilis
· Memberitahu kapan memperlambat akan sebaik
mempercepat
· Menunda atau membatalkan pesanan
· Mengubah kuantitas pesanan
· Memajukan atau menunda batas waktu pesanan
· Membantu perencanaan kapasitas
b. Kelemahan MRP
Problem utama penggunaan sistem MRP
adalah integritas data. Jika terdapat data salah pada data persediaan, bill
material data/master schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah.
Problem utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama
perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu
(asumsi semua variable). Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa "lead
time" dalam proses in manufacturing sama untuk setiap item produk yang
dibuat.
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai
tempat. Hal ini berakibat terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena
perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system dapat digunakan untuk
mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan menurut individu perusaaannya dan
memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga dapat
mendistribuskan setiap komponen pada kebutuan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah
sistem enterprise perlu diterapkan sebelum menerapkan sistem MRP. Sistem ERP
system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana
kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses produksi.
MRP tidak mengitung jumlah kapasitas
produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang besar perlu diterapkan suatu
sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem yang
mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas
2.4. Proses MRP
Sistem MRP memerlukan syarat
pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan
asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa mengolah MRP dengan empat
langkah dasar sebagai berikut :
Ø NETTING (Penghitungan Kebutuhan Bersih). Kebutuhan bersih (NR) dihitung
sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus Jadwal Penerimaan (SR) minus
Persediaan Ditangan (OH. Kebutuhan besih dianggap nol bila NR lebih kecil dari
atau sama dengan nol.
Ø LOTTING (Penentuan Ukuran Lot). LAngkah ini bertujuan menentukan
besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan
kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot-for
Lot (L-4-L).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar